Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus
(Keramat Luar Batang – Jakarta)
Nasab beliau adalah :
Al-Habib Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin Abdullah bin Abubakar bin Abdurrahman Assegaff bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbath bin Ali Khala' Qasam bin Alwi bin Mu
(Keramat Luar Batang – Jakarta)
Nasab beliau adalah :
Al-Habib Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin Abdullah bin Abubakar bin Abdurrahman Assegaff bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbath bin Ali Khala' Qasam bin Alwi bin Mu
hammad bin Alwi bin 'Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajjir bin 'Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-'Uraidhi bin Ja'far Ash-Shadiq bin bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal 'Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW.
Habib Keramat Luar batang, begitulah orang menyebutnya.
Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus lahir di Miqab, dekat Hazam, sebuah desa di Hadramaut. Beliau dilahirkan sebagai anak yatim yang dibesarkan oleh seorang ibu yang sehari-harinya hanya hidup dari hasil memintal benang. Beliau sungguh hidup dalam kesederhanaan.
Setelah menginjak usia remaja, sang ibu menitipkan Al-Habib Husein kepada seorang ulama sufi pada masa itu. Disanalah Al-Habib Husein menerima tempaan pembelajaran tariqah. Sang guru memandang bahwa Al-Habib Husein memiliki kelebihan dan perilaku yang lain dari teman-teman sebayanya.
Pernah suatu ketika ibu beliau sedang sakit dan menyuruh Al-Habib Husein kecil untuk menggantikan pekerjaan memintal benang di gudang tempat ibu beliau bekerja. Oleh sang ibu, beliau disediakan makan malam dan sebuah lampu minyak sebagai alat penerangan dalam gudang tersebut.
Menjelang pagi hari, ibu Al-Habib Husein membuka pintu gudang. Saat dibuka, alangkah terkejutnya ibu Al-Habib Husein. Dilihatnya hasil pintalan benang yang begitu berlimpah. Sang ibu heran dan tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya, sang ibu berfikir, bagaimana mungkin hasil pintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, ini hanya dikerjakan dalam waktu semalam. Padahal si kecil Husein dilihatnya tidir nyenyak di sudut gudang, dan makanan yang disediakan juga masih utuh. Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada guru thariqah yang membimbing Al-Habib Husein.
Mendengar cerita tersebut, sang guru berucap : "Sungguh Allah telah memberi kelebihan kepada anakmu. Dan Allah telah berkehendak kepadanya untuk diberi derajat dan kedudukan yang besar disisi-Nya. Hendaklah engkau berbesar hati dan jangan bertindak keras kepadanya. Rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi pada anakmu".
Setelah menginjak dewasa, beliau berkeinginan untuk melakukan perjalanan dakwah untuk mensyiarkan Islam ke belahan bumi Allah. Maka Al-Habib Husein segera menemui ibunya dan mengutarakan niatnya itu. Walau dengan berat hati, sang ibu memberi izin dan merelakan kepergian puteranya tersebut.
Al-Habib Husein mencoba membesarkan hati ibunya seraya mengatakan : "Wahai ibuku, janganlah takut dan berkecil hati, apapun yang terjadi akan aku hadapi, dan senantiasa kita bertawakal kepada Allah, karena sesungguhnya Allah bersama kita".
Kemudian Al-Habib Husein bergegas menghampiri kafilah yang berada di pasar. Setelah menemui kepala kafilah tersebut, akhirnya Al-Habib Husein mendapatkan tumpangan dari rombongan kafilah yang berlayar ke India. Keesokan harinya, berangkatlah Al-Habib Husein bersama rombongan kafilah itu ke India.
Sesampainya di daratan India, beliau pun berpisah dari rombongan kafilah itu.
Setelah beberapa hari melakukan perjalanan, sampailah Al-Habib Husein di kota Gujarat, yang kala itu penduduknya mayoritas beragama Budha.
Pada saat itu di kota tersebut sedang dilanda kekeringan yang berkepanjangan, sehingga Gujarat bagaikan kota mati.
Di Gujarat tersiar khabar bahwa ada seorang dari keturunan Rasulullah yang datang dari Hadramaut, yang tak lain adalah Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus.
Mereka menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa. Mereka menganggap Al-Habib Husein merupakan titisan dewa yang dapat menyelamatkan negeri dari bencana yang sedang melanda.
Al-Habib Husein mengajak penduduk untuk membangun sebuah sumur. Setelah sumur itu jadi, Al-Habib Husein menengadahkan tangannya seraya memohon pada Allah agar diturunkan hujan. Tak berselang lama, maka turunlah hujan dengan derasnya. Negeri yang asalnya kering itu berubah menjadi makmur dan subur.
Akhirnya penduduk yang selama ini menganut agama Budha, mereka berbondong-bondong untuk memeluk Agama Islam dan mengucapkan dua kalimat Syahadat dihadapan Al-habib Husein.
Mulailah babak baru bagi Al-habib Husein untuk berdakwah dan memberikan pengajaran tentang Islam kepada para muallaf tersebut. Beliau menetap beberapa waktu di Gujarat.
Bersama pedagang dari Gujarat, Al-Habib Husein meninggalkan daratan India dan berlayar melanjutkan dakwahnya ke daratan Asia Tenggara. Hingga sampailah beliau ke Indonesia, tepatnya kota Batavia, yang kala itu sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Al-Habib Husein datang ke Batavia sekitar tahun 1746 M. untuk berdakwah dan menyebarkan Islam. Saat itu diperkirakan usia beliau sekitar 25 tahun. Beliau datang melalu Pelabuhan Sunda Kelapa yang kala itu dikuasai VOC.
Ada sebuah cerita unik mengenai kedatangan beliau. Dikisahkan bahwa beliau tiba pertama kali di Kampung Baru (kini daerah tersebut dikenal dgn nama Kampung Keramat Luar batang), daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Daerah ini merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta masa itu, dan merupakan kawasan terlarang.
Setelah diketahui olek kompeni, akhirnya Al-Habib Husein beserta pengikutnya diusir dan digiring keluar dari Teluk Jakarta.
Tak berselang lama, Al-Habib Husein dengan menaiki sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali ke tempat semula. Kemudian seorang Tionghoa muslim asli Betawi bernama Haji Abdul Kadir menyelamatkan Al-Habib Husein dan menyembunyikannya. Orang Betawi inipun kemudian berguru kepada beliau.
Pada suatu malam, seorang awak kapal dagang dari Cina datang meminta perlindungan kepada beliau.
Dengan nafas terengah-engah ia menemui Al-Habib Husein di depan surau. Wajahnya tampak tegang dan pucat. Pakaiannya basah kuyup oleh keringat. Kakinya gemetar, dan peluhnya bercucuran dari sekujur tubuhnya.
"Mengapa engkau ketakutan seperti ini ?", tanya Al-Habib Husein dengan lemah lembut.
Sambil gemetaran awak kapal itu menjawab : "Habib, saya minta perlindungan dan pertolongan kepadamu. Karena saya dikejar-kejar oleh tentara VOC. Mereka menjatuhi hukuman gantung kepada saya, dan besok pagi saya akan dieksekusi".
Mendengar hal ini, Al-habib Husein mempersilahkan untuk menginap di rumahnya. Orang tersebut diberi pakaian dan dijamu makan oleh beliau.
Keesokan paginya puluhan pasukan VOC mengepung rumah Al-Habib Husein dan memerintahkan Al-Habib Husein untuk menyerahkan awak kapal tersebut.
Mereka menggeledah rumah Al-Habib Husein.
Melihat hal itu, dengan lantang Al-Habib Husein berkata : "Tuan-tuan tidak boleh menangkap dan membawa dia ! Akulah yang bertanggung jawab atas orang ini. Dan akulah sebagai jaminannya".
Mendengar kata-kata tersebut, pasukan VOC gemetaran. Mereka tertunduk dan tak lama secara serempak mereka kembali ke markas.
Melihat kejadian tersebut awak kapal itupun menarik nafas lega. Dengan perasaan penuh haru ia bersimpuh dan menangis dihadapan Al-Habib Husein. Ia mengucapkan rasa terima kasihnya hingga berkali-kali. Dan dengan keikhlasan yang tulus, orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Al-Habib Husein dan iapun memeluk agama Islam.
Bertambah hari semakin banyak orang yang berkunjung kepada Al-habib Husein. Pesatnya minat masyarakat yang datang untuk belajar Islam kepada Al-habib Husein mengundang kekhawatiran para penguasa VOC saat itu. Akhirnya Al-habib Husein dan para pengikutnya ditangkap dan dipenjarakan.
Terali besi tidak menyturutkan dan menghentikan peran Al-Habib Huseindalam menyebarkan Islam. Meskipun di dalam penjara, bveliau tetap mengajar dan berdakwah. Seakan penjara menjadi rumah baru bagi beliau.
Melihat akan hal ini, kepala penjara menempatkan Al-habib Husein di sel terpisah dari tahanan lainnya, agar Al-habib Husein tidak dapat melanjutkan kegiatan dakwahnya. Beliau ditempatkan seorang diri dalam ruangan yang sempit.
Pada suatu hari kepala penjara dibuat terheran-heran, karena ditengah malam melihat Al-habib Husein menjadi imam shalat di ruangan tahanan lainnya. Dan anehnya pada saat yang bersamaan kepala penjara melihat Al-Habib Husein sedang tidur nyenyak di selnya yang sempit itu, padahal selnya dalam keadaan terkunci.
Jadi siapa gerangan yang mengimami shalat berjama'ah ?
Siapa pula yang tidur nyenyak di kamar yang sempit itu ?
Bagaimana mungkin disaat yang sama seseorang bisa muncul di dua tempat yang berbeda ?
Semua itu merupakan kekhususan yang diberikan Allah pada hamba yang dikasihinya.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah bibir di kalangan penguasa VOC. Dengan segala pertimbangan akhirnya pemerintah Belanda di Batavia meminta maaf kepada Al-Habib Husein atas penahanan tersebut. Lalu Al-habib Husein dan para pengukutnya dibebaskan dari tahanan.
Oleh Gubernur batavia, Al-Habib Husein diberi hadiah sebidang tanah di daerah kampung baru. Kemudian diatas tanah tersebut oleh Al-Habib Husein dibangun sebuah rumah untuk tempat tinggal beliau, dan dibangun pula sebuah surau sebagai tempat ibadah dan berdakwah.
Seiring berjalannya waktu, surau itu berkembang menjadi Masjid Keramat Luar Batang yang berdiri hingga sekarang. Orang Betawi yang bernama Haji Abdul Kadir itu makamnya berada di samping makam Al-Habib Husein.
Al-Habib Husein termasuk pejuang nasional. Di masa hidupnya, beliau berjihad melawan penjajah. Saat itu para penjabat VOC tidak berani mengusiknya. Ini dikarenakan keberanian, ketegasan, dan wibawa beliau.Beliau adalah ulama kharismatik yang memiliki pengaruh yang begitu besar. Beliau sangat disegani, baik oleh kalangan pribumi maupun pemerintah kolonial Belanda.
Orang mengenal beliau sebagai sosok pribadi yang pemberani, sangat ‘alim, bijaksana, tenang, lemah lembut, akhlak, dan perangainya meneladani datuknya Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, Al-Habib Husein dengan ditemani oleh Haji Abdul Kadir, seorang Tionghoa muslim yang menjadi murid Al-habib Husein duduk berteduh di sebuah taman di daerah Gambir, Jakarta Pusat.
Disaat mereka meristirahat, melintaslah seorang sinyo (anak Belanda).
Oleh Al-Habib Husein dipeganglah bahu anak tersebut seraya beliau berkata kepada Haji Abdul Kadir : "Lihatlah, kelak anak itu akan menjadi Gubernur Jendral di Batavia".
Anak kecil Belanda itu ketakutan dan berlari ke pembantunya.
Al-Habib Husein meminta Haji Abdul kadir untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda tersebut melanjutkan Sekolah Tinggi di Amsterdam, setelah lulus anak tersebut kembali ke Batavia dan beberapa waktu kemudian anak itupun diangkat menjadi Gubernur Jendral batavia. Tepat seperti yang diucapkan Al-Habib Husein.
Pernah suatu saat beliau mendapatkan hadiah sekarung kepingan uang dari Gubernur Jendral Batavia. Uang tersebut diterima dan langsung dibuangnya ke laut Sunda Kelapa. Tentu saja sang Gubernur Jendral sangat terkejut.
Al-Habib Husein berkata : "Tenang Tuan, uang tersebut tidak hilang. Uang tersebut saya kirimkan kepada ibu saya di yaman".
Karena penasaran, Gubernur memerintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang dibuang ke laut. Dan tak satu kepingpun uang itu ditemukan.
Maka sang Gubernur mengutus seorang ajudan untuk berangkat ke Negeri Yaman guna bertemu dan menanyakan kepada ibu Al-Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan tersebut melaporkan, bahwa ibu Al-Habib Husein telah menerima sejumlah uang yang dibuang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.
Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus dalam hidupnya belum sempat menikah.
Beliau wafat pada hari kamis, 17 Ramadhan 1169 H. bertepatan dengan 24 Juni 1756 M. dalam usia sekitar 32 tahun.
Sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Gubernur Belanda di Batavia pada masa itu, bahwa setiap orang asing yang meninggal dunia harus dikuburkan di pemakaman khusus yang terletak di daerah Tanah Abang, Jakarta.
Sebagaimana umumnya, jenazah Al-habib Husein diusung dengan kurung batang (keranda). Sesampainya di pemakaman, jenazah beliau tidak ada dalam kurung batang tersebut. Setelah dilihat, jenazah Al-habib Husein kembali berada di tempat tinggal beliau. Oleh pengantar jenazah beliau kembali diusung ke pemakaman tersebut.
Namun tetap saja demikian, jenazah Al-Habib Husein tetap menghilang dan kembali ke tempat tinggal semula..
Oleh beberapa tokoh waktu itu yang memahami makna tersebut, akhirnya mereka bersepakat untuk memakamkan jenazah Al-Habib Husein di tempat yang merupakan kediaman beliau semasa hidupnya.
Dari kejadian inilah kemudian masyarakat menyebutnya "Kampung Baru Luar Batang" dan kini lebih dikenal dengan "Kampung Keramat Luar Batang"
Kini makamnya yang berada di kompleks Masjid Keramat Luar Batang, Jakarta. Seolah menjadi magnet yang luar biasa bagi para peziarah.
Menurut orientalis asal Belanda, Dr, Karel Steenbrink : "Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus adalah seorang ulama besar dan tokoh sentral yang sangat berpengaruh di Batavia tepo dulu. Meskipun beliau wafat dalam usia muda, namun kharisma, pengaruh, dan karamahnya sangatlah luar biasa".
Al-Habib Husein merupakan pelopor dakwah alawiyin di Jakarta.
Sepeninggal beliau, jejak dakwahnya kemudian dilanjutkan oleh para ulama generasi berikutnya, diantaranya : Al-Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Batavia abad 19), Al-habib Abdullah bin Muchsin Al-Attas (Empang, Bogor), Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas, dan seterusnya hingga saat ini …
Wallahu a'lam
Habib Keramat Luar batang, begitulah orang menyebutnya.
Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus lahir di Miqab, dekat Hazam, sebuah desa di Hadramaut. Beliau dilahirkan sebagai anak yatim yang dibesarkan oleh seorang ibu yang sehari-harinya hanya hidup dari hasil memintal benang. Beliau sungguh hidup dalam kesederhanaan.
Setelah menginjak usia remaja, sang ibu menitipkan Al-Habib Husein kepada seorang ulama sufi pada masa itu. Disanalah Al-Habib Husein menerima tempaan pembelajaran tariqah. Sang guru memandang bahwa Al-Habib Husein memiliki kelebihan dan perilaku yang lain dari teman-teman sebayanya.
Pernah suatu ketika ibu beliau sedang sakit dan menyuruh Al-Habib Husein kecil untuk menggantikan pekerjaan memintal benang di gudang tempat ibu beliau bekerja. Oleh sang ibu, beliau disediakan makan malam dan sebuah lampu minyak sebagai alat penerangan dalam gudang tersebut.
Menjelang pagi hari, ibu Al-Habib Husein membuka pintu gudang. Saat dibuka, alangkah terkejutnya ibu Al-Habib Husein. Dilihatnya hasil pintalan benang yang begitu berlimpah. Sang ibu heran dan tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya, sang ibu berfikir, bagaimana mungkin hasil pintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, ini hanya dikerjakan dalam waktu semalam. Padahal si kecil Husein dilihatnya tidir nyenyak di sudut gudang, dan makanan yang disediakan juga masih utuh. Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada guru thariqah yang membimbing Al-Habib Husein.
Mendengar cerita tersebut, sang guru berucap : "Sungguh Allah telah memberi kelebihan kepada anakmu. Dan Allah telah berkehendak kepadanya untuk diberi derajat dan kedudukan yang besar disisi-Nya. Hendaklah engkau berbesar hati dan jangan bertindak keras kepadanya. Rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi pada anakmu".
Setelah menginjak dewasa, beliau berkeinginan untuk melakukan perjalanan dakwah untuk mensyiarkan Islam ke belahan bumi Allah. Maka Al-Habib Husein segera menemui ibunya dan mengutarakan niatnya itu. Walau dengan berat hati, sang ibu memberi izin dan merelakan kepergian puteranya tersebut.
Al-Habib Husein mencoba membesarkan hati ibunya seraya mengatakan : "Wahai ibuku, janganlah takut dan berkecil hati, apapun yang terjadi akan aku hadapi, dan senantiasa kita bertawakal kepada Allah, karena sesungguhnya Allah bersama kita".
Kemudian Al-Habib Husein bergegas menghampiri kafilah yang berada di pasar. Setelah menemui kepala kafilah tersebut, akhirnya Al-Habib Husein mendapatkan tumpangan dari rombongan kafilah yang berlayar ke India. Keesokan harinya, berangkatlah Al-Habib Husein bersama rombongan kafilah itu ke India.
Sesampainya di daratan India, beliau pun berpisah dari rombongan kafilah itu.
Setelah beberapa hari melakukan perjalanan, sampailah Al-Habib Husein di kota Gujarat, yang kala itu penduduknya mayoritas beragama Budha.
Pada saat itu di kota tersebut sedang dilanda kekeringan yang berkepanjangan, sehingga Gujarat bagaikan kota mati.
Di Gujarat tersiar khabar bahwa ada seorang dari keturunan Rasulullah yang datang dari Hadramaut, yang tak lain adalah Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus.
Mereka menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa. Mereka menganggap Al-Habib Husein merupakan titisan dewa yang dapat menyelamatkan negeri dari bencana yang sedang melanda.
Al-Habib Husein mengajak penduduk untuk membangun sebuah sumur. Setelah sumur itu jadi, Al-Habib Husein menengadahkan tangannya seraya memohon pada Allah agar diturunkan hujan. Tak berselang lama, maka turunlah hujan dengan derasnya. Negeri yang asalnya kering itu berubah menjadi makmur dan subur.
Akhirnya penduduk yang selama ini menganut agama Budha, mereka berbondong-bondong untuk memeluk Agama Islam dan mengucapkan dua kalimat Syahadat dihadapan Al-habib Husein.
Mulailah babak baru bagi Al-habib Husein untuk berdakwah dan memberikan pengajaran tentang Islam kepada para muallaf tersebut. Beliau menetap beberapa waktu di Gujarat.
Bersama pedagang dari Gujarat, Al-Habib Husein meninggalkan daratan India dan berlayar melanjutkan dakwahnya ke daratan Asia Tenggara. Hingga sampailah beliau ke Indonesia, tepatnya kota Batavia, yang kala itu sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Al-Habib Husein datang ke Batavia sekitar tahun 1746 M. untuk berdakwah dan menyebarkan Islam. Saat itu diperkirakan usia beliau sekitar 25 tahun. Beliau datang melalu Pelabuhan Sunda Kelapa yang kala itu dikuasai VOC.
Ada sebuah cerita unik mengenai kedatangan beliau. Dikisahkan bahwa beliau tiba pertama kali di Kampung Baru (kini daerah tersebut dikenal dgn nama Kampung Keramat Luar batang), daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Daerah ini merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta masa itu, dan merupakan kawasan terlarang.
Setelah diketahui olek kompeni, akhirnya Al-Habib Husein beserta pengikutnya diusir dan digiring keluar dari Teluk Jakarta.
Tak berselang lama, Al-Habib Husein dengan menaiki sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali ke tempat semula. Kemudian seorang Tionghoa muslim asli Betawi bernama Haji Abdul Kadir menyelamatkan Al-Habib Husein dan menyembunyikannya. Orang Betawi inipun kemudian berguru kepada beliau.
Pada suatu malam, seorang awak kapal dagang dari Cina datang meminta perlindungan kepada beliau.
Dengan nafas terengah-engah ia menemui Al-Habib Husein di depan surau. Wajahnya tampak tegang dan pucat. Pakaiannya basah kuyup oleh keringat. Kakinya gemetar, dan peluhnya bercucuran dari sekujur tubuhnya.
"Mengapa engkau ketakutan seperti ini ?", tanya Al-Habib Husein dengan lemah lembut.
Sambil gemetaran awak kapal itu menjawab : "Habib, saya minta perlindungan dan pertolongan kepadamu. Karena saya dikejar-kejar oleh tentara VOC. Mereka menjatuhi hukuman gantung kepada saya, dan besok pagi saya akan dieksekusi".
Mendengar hal ini, Al-habib Husein mempersilahkan untuk menginap di rumahnya. Orang tersebut diberi pakaian dan dijamu makan oleh beliau.
Keesokan paginya puluhan pasukan VOC mengepung rumah Al-Habib Husein dan memerintahkan Al-Habib Husein untuk menyerahkan awak kapal tersebut.
Mereka menggeledah rumah Al-Habib Husein.
Melihat hal itu, dengan lantang Al-Habib Husein berkata : "Tuan-tuan tidak boleh menangkap dan membawa dia ! Akulah yang bertanggung jawab atas orang ini. Dan akulah sebagai jaminannya".
Mendengar kata-kata tersebut, pasukan VOC gemetaran. Mereka tertunduk dan tak lama secara serempak mereka kembali ke markas.
Melihat kejadian tersebut awak kapal itupun menarik nafas lega. Dengan perasaan penuh haru ia bersimpuh dan menangis dihadapan Al-Habib Husein. Ia mengucapkan rasa terima kasihnya hingga berkali-kali. Dan dengan keikhlasan yang tulus, orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Al-Habib Husein dan iapun memeluk agama Islam.
Bertambah hari semakin banyak orang yang berkunjung kepada Al-habib Husein. Pesatnya minat masyarakat yang datang untuk belajar Islam kepada Al-habib Husein mengundang kekhawatiran para penguasa VOC saat itu. Akhirnya Al-habib Husein dan para pengikutnya ditangkap dan dipenjarakan.
Terali besi tidak menyturutkan dan menghentikan peran Al-Habib Huseindalam menyebarkan Islam. Meskipun di dalam penjara, bveliau tetap mengajar dan berdakwah. Seakan penjara menjadi rumah baru bagi beliau.
Melihat akan hal ini, kepala penjara menempatkan Al-habib Husein di sel terpisah dari tahanan lainnya, agar Al-habib Husein tidak dapat melanjutkan kegiatan dakwahnya. Beliau ditempatkan seorang diri dalam ruangan yang sempit.
Pada suatu hari kepala penjara dibuat terheran-heran, karena ditengah malam melihat Al-habib Husein menjadi imam shalat di ruangan tahanan lainnya. Dan anehnya pada saat yang bersamaan kepala penjara melihat Al-Habib Husein sedang tidur nyenyak di selnya yang sempit itu, padahal selnya dalam keadaan terkunci.
Jadi siapa gerangan yang mengimami shalat berjama'ah ?
Siapa pula yang tidur nyenyak di kamar yang sempit itu ?
Bagaimana mungkin disaat yang sama seseorang bisa muncul di dua tempat yang berbeda ?
Semua itu merupakan kekhususan yang diberikan Allah pada hamba yang dikasihinya.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah bibir di kalangan penguasa VOC. Dengan segala pertimbangan akhirnya pemerintah Belanda di Batavia meminta maaf kepada Al-Habib Husein atas penahanan tersebut. Lalu Al-habib Husein dan para pengukutnya dibebaskan dari tahanan.
Oleh Gubernur batavia, Al-Habib Husein diberi hadiah sebidang tanah di daerah kampung baru. Kemudian diatas tanah tersebut oleh Al-Habib Husein dibangun sebuah rumah untuk tempat tinggal beliau, dan dibangun pula sebuah surau sebagai tempat ibadah dan berdakwah.
Seiring berjalannya waktu, surau itu berkembang menjadi Masjid Keramat Luar Batang yang berdiri hingga sekarang. Orang Betawi yang bernama Haji Abdul Kadir itu makamnya berada di samping makam Al-Habib Husein.
Al-Habib Husein termasuk pejuang nasional. Di masa hidupnya, beliau berjihad melawan penjajah. Saat itu para penjabat VOC tidak berani mengusiknya. Ini dikarenakan keberanian, ketegasan, dan wibawa beliau.Beliau adalah ulama kharismatik yang memiliki pengaruh yang begitu besar. Beliau sangat disegani, baik oleh kalangan pribumi maupun pemerintah kolonial Belanda.
Orang mengenal beliau sebagai sosok pribadi yang pemberani, sangat ‘alim, bijaksana, tenang, lemah lembut, akhlak, dan perangainya meneladani datuknya Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, Al-Habib Husein dengan ditemani oleh Haji Abdul Kadir, seorang Tionghoa muslim yang menjadi murid Al-habib Husein duduk berteduh di sebuah taman di daerah Gambir, Jakarta Pusat.
Disaat mereka meristirahat, melintaslah seorang sinyo (anak Belanda).
Oleh Al-Habib Husein dipeganglah bahu anak tersebut seraya beliau berkata kepada Haji Abdul Kadir : "Lihatlah, kelak anak itu akan menjadi Gubernur Jendral di Batavia".
Anak kecil Belanda itu ketakutan dan berlari ke pembantunya.
Al-Habib Husein meminta Haji Abdul kadir untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda tersebut melanjutkan Sekolah Tinggi di Amsterdam, setelah lulus anak tersebut kembali ke Batavia dan beberapa waktu kemudian anak itupun diangkat menjadi Gubernur Jendral batavia. Tepat seperti yang diucapkan Al-Habib Husein.
Pernah suatu saat beliau mendapatkan hadiah sekarung kepingan uang dari Gubernur Jendral Batavia. Uang tersebut diterima dan langsung dibuangnya ke laut Sunda Kelapa. Tentu saja sang Gubernur Jendral sangat terkejut.
Al-Habib Husein berkata : "Tenang Tuan, uang tersebut tidak hilang. Uang tersebut saya kirimkan kepada ibu saya di yaman".
Karena penasaran, Gubernur memerintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang dibuang ke laut. Dan tak satu kepingpun uang itu ditemukan.
Maka sang Gubernur mengutus seorang ajudan untuk berangkat ke Negeri Yaman guna bertemu dan menanyakan kepada ibu Al-Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan tersebut melaporkan, bahwa ibu Al-Habib Husein telah menerima sejumlah uang yang dibuang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.
Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus dalam hidupnya belum sempat menikah.
Beliau wafat pada hari kamis, 17 Ramadhan 1169 H. bertepatan dengan 24 Juni 1756 M. dalam usia sekitar 32 tahun.
Sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Gubernur Belanda di Batavia pada masa itu, bahwa setiap orang asing yang meninggal dunia harus dikuburkan di pemakaman khusus yang terletak di daerah Tanah Abang, Jakarta.
Sebagaimana umumnya, jenazah Al-habib Husein diusung dengan kurung batang (keranda). Sesampainya di pemakaman, jenazah beliau tidak ada dalam kurung batang tersebut. Setelah dilihat, jenazah Al-habib Husein kembali berada di tempat tinggal beliau. Oleh pengantar jenazah beliau kembali diusung ke pemakaman tersebut.
Namun tetap saja demikian, jenazah Al-Habib Husein tetap menghilang dan kembali ke tempat tinggal semula..
Oleh beberapa tokoh waktu itu yang memahami makna tersebut, akhirnya mereka bersepakat untuk memakamkan jenazah Al-Habib Husein di tempat yang merupakan kediaman beliau semasa hidupnya.
Dari kejadian inilah kemudian masyarakat menyebutnya "Kampung Baru Luar Batang" dan kini lebih dikenal dengan "Kampung Keramat Luar Batang"
Kini makamnya yang berada di kompleks Masjid Keramat Luar Batang, Jakarta. Seolah menjadi magnet yang luar biasa bagi para peziarah.
Menurut orientalis asal Belanda, Dr, Karel Steenbrink : "Al-Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus adalah seorang ulama besar dan tokoh sentral yang sangat berpengaruh di Batavia tepo dulu. Meskipun beliau wafat dalam usia muda, namun kharisma, pengaruh, dan karamahnya sangatlah luar biasa".
Al-Habib Husein merupakan pelopor dakwah alawiyin di Jakarta.
Sepeninggal beliau, jejak dakwahnya kemudian dilanjutkan oleh para ulama generasi berikutnya, diantaranya : Al-Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Batavia abad 19), Al-habib Abdullah bin Muchsin Al-Attas (Empang, Bogor), Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, Al-Habib Umar bin Hud Al-Attas, dan seterusnya hingga saat ini …
Wallahu a'lam
Tag
Habaib