Ketika
Arab Saudi meminta pertolongan Amerika Serikat..
|
Source:
http://hipcrime.blogspot.com/
|
Tahun 1990
awal setelah peristiwa penyerangan Irak ke Kuwait, terjadi perang teluk pertama
di antara umat Islam di Timur Tengah.
Para ulama di kerajaan Arab Saudi memfatwakan bolehnya meminta bantuan
Amerika Serikat (saat itu dipimpin oleh George Bush Senior) yang nota bene kafir untuk melawan keberingasan Saddam
Husein, seorang Sosialis Aktifis Partai Ba’ts Irak, yang didirikan oleh Michael
Aflaq, seorang Kristen.
Bantuan di sini
bukan sekadar mu’amalah biasa, melainkan menjadikan Amerika Serikat yang
notabene merupakan Kafir Harbi menjadi wali atau penolong umat Islam. Namun mereka juga menganggap Saddam Husein
sudah bukan lagi muslim, baik karena kekejamannya kepada umat Islam Kurdi dan
semua lawan politiknya, dan juga karena ideologinya yang Sosialis. Kekafiran Saddam Husein difatwakan oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Said Hawwa (Siria), Syaikh Abdullah ‘Azzam
(Al Filisthini tsumma Al Urduni), dan lainnya.
Sederhananya adalah memanfaatkan kekuatan orang kafir untuk melawan
orang kafir lainnya, karena keadaan diri umat Islam yang masih lemah.
Fatwa
tersebut, bukan tanpa kritik. Para ulama
Arab Saudi sendiri mengkritiknya.
Khususnya ulama muda semisal Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah (Wakil Ketua
Ikatan Ulama Muslimin Sedunia yang diketuai oleh Syaikh Yusuf Al Qaradhawi) dan
Syaikh ‘Aidh Al Qarny (pengarang kitab Laa Tahzan), yang karena kritikannya itu
mereka berdua dipenjara oleh pihak Kerajaan.
Kritikan juga datang dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
RahimahuLlah yang tidak menyetujui fatwa tersebut. Sebab, dari fatwa ini yang menjadi korban
bukanlah AS dan Saddam Husein dan tentaranya saja, melainkan rakyat Irak yang
muslim juga. Merekalah yang mengalami
penderitaan karena kezaliman AS dan Saddam Husein saat itu.
Dari
peristiwa kontemporer tadi, timbul pertanyaan utama, Apakah Islam membenarkan
ijtihad Arab Saudi yang menjadikan Amerika Serikat sebagai penolong umat Islam?
Alangkah baiknya dibahas dalil-dalilnya dalam Al Quran dan As Sunnah agar kita
dapat menilainya secara syar’i.
Beberapa
dalil terkait pelarangan menjadikan kaum kafir sebagai pemimpin atau penolong
Allah Ta’ala
berfirman:
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ۤ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). dan Barangsiapa
mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya,
Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah (hizbullah) Itulah yang pasti menang.”
(QS. Al Maidah: 55-56)
Secara
khusus, tidak pula memberikan Al Wala (loyalitas dan cinta) kepada Yahudi dan
Nasrani, dan ini terlarang. Allah Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka
Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Secara
khusus, tidak pula memberikan Al Wala kepada orang-orang yang mempermainkan
agama. Allah Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا
وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi
buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi
kitab sebelummu (Yakni Ahli Kitab), dan orang-orang yang kafir (orang-orang
musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang
beriman.” (QS. Al Maidah: 57)
Apakah makna
wali dalam ayat-ayat ini? Wali jamaknya adalah auliya’ yang berati penolong dan
kekasih. (Imam Ibnu Jarir, Jami’ul
Bayan, 9/319) Bisa juga bermakna teman dekat, yang mengurus urusan, yang
mengusai (pemimpin). (Ahmad Warson Al Munawwir, Kamus Al Munawwir, Hal. 1582)
Beberapa
dalil terkait pemberdayaan kaum Kafir
Dari Ummu
Salamah ra, bahwa menjelang wafat Rasulullah Saw beliau berwasiat:
الله
الله فى قبط مصر فإنكم ستظهرون عليهم فيكونون لكم عدة وأعوانًا فى سبيل الله
“Takutlah kepada Allah, takutlah
kepada Allah, dalam bergaul dengan kaum Qibthi Mesir. Sesungguhnya kalian akan mengalahkan mereka,
dan mereka akan menjadi kekuatan dan pertolongan bagi kalian dalam perjuangan
fi sabilillah.” (HR. Ath Thabarani dalam
Al Mu’jam Al Kabir, No. 561, Alauddin Al
Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No.
34023)
Abdullah bin
Yazid dan Amru bin Huraits, dan slainnya, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
إنكم
ستقدمون على قوم جعد رؤوسهم فاستوصوا بهم خيرا فإنهم قوة لكم وبلاغ إلى عدوكم بإذن
الله ـ يعني قبط مصر ـ
“Sesungguhnya kalian akan mendatangi
kaum yang keriting kepalanya, maka berwasiatlah yang baik-baik dengan mereka,
karena mereka akan menjadi kekuatan bagimu, dan menjadi bekal bagimu untuk
melawan musuh-musuhmu dengan izin Allah.
–yaitu kaum Qibthi Mesir.” (HR.
Abu Ya’la No. 1473, berkata
Husein Salim Asad: para perawinya tsiqaat (terpercaya). Ibnu Hibban No. 6677)
Terdapat dua
kelompok pendapat yang menerima dua hadits nabi saw di atas. Kelompok pertama berpendapat bahwa kafir yang
boleh dimintakan bantuannya hanyalah Qibthi di Mesir. Kelompok kedua berpendapat bahwa kafir yang
boleh dimintakan bantuannya adalah kaum kafir yang bersifat seperti Qibthi di
Mesir. Sifat Qibthi di Mesir adalah
kafir yang secara dzhahir dapat dipercaya dan tidak membahayakan untuk
dimintakan bantuannya.
Dalam proses
perjalanan hijrah ke Madinah, Nabi Saw dan Abu Bakar Ash Shiddiq ra memanfaatkan
jasa bantuan seorang dari Bani Ad Diil yang beragama kafir Quraisy sebagai
petunjuk jalan menuju Madinah.
‘Aisyah ra bercerita:
وَاسْتَأْجَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي
الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah
Saw dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk
jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR.
Bukhari No. 2264)
Saat umat
Islam baru berkembang di Makkah, ancaman kekerasan dominasi musyrik Quraisy
sulit dibendung. RasuluLlah saw pun
menerima tawaran pamannya, Abu Thalib yang merupakan petinggi musyrikin Quraisy
sebagai pelindung bagi dakwahnya.
RasuluLlah saw juga menyuruh umat Islam untuk berhijrah ke Habasyah agar
mendapat perlindungan dari Raja Najasyi yang merupakan pemimpin umat Nasrani di
wilayahnya.
Bahkan saat
umat Islam sudah cukup banyak di Madinah, RasuluLlah saw masih sempat
menjadikan seorang kafir sebagai penerjemah.
Padahal kita mengetahui bahwa tugas menerjemahkan surat dari raja-raja
di sekeliling jazirah Arab merupakan tugas yang sangat rahasia. Hal tersebut menyangkut pertahanan dan
keamanan umat Islam secara internasional.
Informasi-informasi tersebut sangat berbahaya bila diketahui musuh-musuh
Islam. Namun kesepakatan yang sudah
dibuat mengharuskan kafir tersebut untuk benar-benar merahasiakan tiap isi
surat, hingga ada di antara umat Islam yang dapat mengisi pos penerjemah
tersebut barulah kesepakatannya berakhir.
Dalil-dalil
pemberdayaan kafir tidak ada yang sampai menggadaikan aqidah dan ibadah. Malah tujuan dari pemberdayaan kafir agar
umat Islam mendapat kemudahan memegang keimanannya, kebebasan dalam beribadah,
dan kemudahan untuk berdakwah serta berjihad di jalan Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmulah agamamu dan untukkulah
agamaku.” (QS. Al Kafirun: 6)
Mengambil
istinbath dari dua dalil yang berlawanan
Dalam ilmu
ushul fiqih dikenal kaidah “Hamlul Muthlaq ilal Muqayyad”, maksudnya adalah
“dalil yang umum harus dibatasi oleh dalil yang khusus”. Terkait dengan masalah yang sedang dibahas,
dua dalil yang berlawanan antara pelarangan dan pembolehan menjadikan kafir
sebagai pemimpin dan penolong, haruslah diteliti terlebih dahulu. Mana dalil yang bersifat umum dan mana dalil
yang bersifat khusus.
Dalil
pelarangan menjadikan kafir sebagai pemimpin dan penolong merupakan dalil
umum. Sedangkan pembolehan menjadikan
kafir sebagai pemimpin dan penolong merupakan dalil khusus yang perinciannya
sebagai berikut:
Kafir Qibthi
Mesir atau kafir yang memiliki sifat seperti Qibthi di Mesir, yaitu kafir yang
secara dzhahir dapat dipercaya dan tidak membahayakan untuk dimintakan
bantuannya.
Umat Islam
dalam kondisi yang sangat terbatas lagi membutuhkan dalam hal yang hendak
dijadikan kerjasama dengan pihak kafir.
Kesepakatan
dalam membantu tanpa menghilangkan maupun mengurangi kebebasan umat Islam dalam
beraqidah dan beribadah (QS. Al Kafirun: 6).
Kafir yang
menolong maupun yang memimpin juga tidak sebagai pemimpin utama. Walaupun Najasyi adalah raja di Habasyah,
namun umat Islam yang hijrah tetap dipimpin oleh RasuluLlah saw dengan delegasi
Ja’far bin Abdul Muthalib ra.
Kesimpulan
Di atas
sudah dijelaskan sedikit mengenai dalil-dalil dan istinbath mengenai hukum
menjadikan kafir sebagai penolong atau pemimpin. Mengenai kesimpulan terhadap masalah “Apakah
Islam membenarkan ijtihad Arab Saudi yang menjadikan Amerika Serikat sebagai
penolong umat Islam?”.
Menjawab
pertanyaan tersebut tidaklah mudah, namun yang jelas jawaban yang menyatakan
‘benar’ atau sebaliknya ‘tidak’ merupakan wilayah ijtihad fiqih. Hasil ijtihad yang tepat akan mendatangkan
dua pahala, sedangkan ijtihad yang keliru pun mendatangkan satu pahala. Berdasarkan hal tersebut bukan tempatnya
menilai benar dan salah kasus ini, melainkan menilai tepat atau kelirunya
ijtihad.
Kasus
tersebut memang cukup pelik. Irak
dibawah kuasa Saddam Husein sangat beringas terhadap umat Islam. Bahkan mereka menargetkan menaklukan Mekkah
dalam rangkaian rencana invasi militernya.
Sedangkan Arab Saudi dengan kondisi pertahanan keamanan yang belum
mumpuni, menjadi penyebab niat untuk meminta bantuan Amerika Serikat melindungi
umat Islam dari kekejaman militer Saddam Husein.
Di balik
itu, Amerika Serikat selain diketahui sebagai satu-satunya negara Kafir yang
dapat memenuhi permintaan tersebut bahkan turut menawarkan bantuan. Dibalik itu pula Amerika Serikat juga
diketahui umat Islam sebagai kafir Harbi yang siap membidik negara-negara Islam
untuk melucuti kemajuan Islam.
Menurut
penulis meminta bantuan Amerika Serikat sangatlah gegabah. Itu sama saja membuka pintu pelegalan invasi
Amerika Serikat di negara-negara Islam Timur Tengah. Kalau selama ini Amerika Serikat memiliki
pintu ilegal dari Israel untuk mengivasi Timur Tengah, sekarang mereka memiliki
dua pintu yang saling menyempurnakan.
Amerika Serikat yang seharusnya lebih diwaspadai umat Islam malah diberi
jalan mulus menjalankan niat jahat mereka.
Sampai saat
ini, pangkalan militer Amerika Serikat sudah tersebar di beberapa negara Timur
Tengah. Arab Saudi, Irak, dan
Afghanistan dijadikan pangkalan pertahanan dan keamanan misi Amerika Serikat di
Timur Tengah. Bermodalkan alasan
pemberantasan terorisme dunia dan penopang sekaligus penguat negara-negara yang
collapse setelah invasi, Amerika Serikat masih bercokol di Tiga negara tersebut
tanpa waktu pasti kapan mereka hengkang.
Demikian
sedikit penilaian atas kasus Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat dalam
melawan invasi Saddam Husein. Tinta
ijtihad sudah kering tertoreh serta darah mujahid dan syuhada sudah tertumpah
membasahi bumi Allah. Telah Allah
tetapkan pula ganjaran pahala atas hitamnya tinta dan merahnya darah.
Semoga ke
depan ijtihad-ijtihad yang diputuskan dapat lebih memakmurkan bumi Allah. Berharap pula secara adil menempatkan semua
golongan umat Islam dan kaum kafir di tempat yang tepat. Bila ulama-ulama membagi kafir secara
sederhana ke dalam dua golongan yaitu harbi dan dzimmi, mungkin husnudzhan-nya
sengaja agar umat Islam tahu mana kafir yang dapat diajak bekerjasama (dzimmi)
dan mana yang tidak (harbi).
Allahu
a’lam..
____
Sumber:
“As-Sirah An-Nabawiyah Durusun wa
‘Ibar” oleh Dr. Musthafa As-Siba’i (terjemahan)
“Caleg Non Muslim di daerah minoritas
Muslim” oleh Farid Nu’man Hasan
Tag
The Fact